Pages

Senin, 20 Mei 2013

Kemerdekaan di Toilet sekolah


ketika seseorang tak perlu lagi berpura-pura

Toilet di sekolah ini, bukanlah tempat publik yang ideal. Untuk tidak menyebutnya buruk! Dibandingkan dengan toilet di sekolah-sekolah mewah lain, toilet di sini bisa dibilang terbelakang. Bagaimana tidak, kondisinya yang menyedihkan, kotor, pintu tidak berfungsi, bahkan beberapa diantaranya tidak berpintu, kran air tidak mengalir, sehingga tidak jarang siswa yang sudah terlanjur membuang air besar atau kecil ketika hendak menyiram merasa bersalah atau tidak  meninggalkan begitu saja buangannya. Belum lagi warna dinding yang kusam dan penuh coretan di sana-sini.
coretan di dinding, ada kebebasan di sana! Sebagaimana semangat khas anak SMA maka toilet sekolah juga diwarnai oleh aksi-aksi tulisan yang bermuatan. Toilet menjadi salah satu alternatif mengekspresikan aspirasi. Segala caci, maki dan hujatan dilontarkan. Karena ekspresi semacam ini sangat riskan dilakukan di depan publik. Bahkan menjadi ajang berbalas-balasan
Di toilet ini ada kemerdekaan. Karena sesuatu yang tidak biasa dilontarkan di publik seperti kata bajingan, asu dapat muncul di dinding toilet. Dan penulis merasa nyaman, karena walaupun dilakukan di ruang publik, privasi pembuat hujatan tetap terjaga, tidak ada yang tahu.
Selalu kotor, selalu bau! demikian keluhan yang paling sering diucapkan. Begitu banyak saran, kritikan, anjuran yang disampaikan, tetap saja tidak merubah wajah toilet. Nampaknya pemaknaan siswa terhadap toilet yang menjadi sebabnya.  Ia tak sekedar menjadi buangan terakhir hajat manusia, tetapi juga buangan ekspresi tentang politik, seks, cinta, humor dan kemarahan dalam bentuk tulisan dan graffiti. Disini pula seseorang dapat membuang rasa cemas atas penampilannya: menyisir, meratakan lipstik, menyeka wajah, atau membetulkan kancing bajunya. Intinya, ia telah menjadi oasis bagi segala kepenatan, ketika seseorang tak perlu lagi berpura-pura, hanya untuk beberapa menit saja.
Tapi kemudian, eksistensi toilet kotor dan bau itu tergantikan dengan toilet yang lebih bagus, wangi, seiring dengan dibangunnya gedung kampus yang baru. gedung baru, toilet baru! Hancurlah grafiti itu, hancurlah kran air itu, pintu rusak itu, ruang itu yang selama ini telah menjadi salah satu pilar demokrasi di sekolah romantisme itu.
Sementara beberapa siswa brilian yang selalu cemerlang dengan gagasan, telah memiliki kemantapan. Ke depan, “hidupkan kembali demokratisasi itu.. Hidup Toilet!!”

Tugas : PKN
Dosen : Sanaha 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar