ketika seseorang tak perlu lagi berpura-pura
Toilet di sekolah ini, bukanlah
tempat publik yang ideal. Untuk tidak menyebutnya buruk! Dibandingkan dengan
toilet di sekolah-sekolah mewah lain, toilet di sini bisa dibilang terbelakang.
Bagaimana tidak, kondisinya yang menyedihkan, kotor, pintu tidak berfungsi,
bahkan beberapa diantaranya tidak berpintu, kran air tidak mengalir, sehingga
tidak jarang siswa yang sudah terlanjur membuang air besar atau kecil ketika hendak
menyiram merasa bersalah atau tidak meninggalkan begitu saja buangannya. Belum
lagi warna dinding yang kusam dan penuh coretan di sana-sini.
coretan
di dinding, ada kebebasan di sana! Sebagaimana semangat khas anak SMA maka toilet sekolah juga
diwarnai oleh aksi-aksi tulisan yang bermuatan. Toilet menjadi salah satu
alternatif mengekspresikan aspirasi. Segala caci, maki dan hujatan dilontarkan.
Karena ekspresi semacam ini sangat riskan dilakukan di depan publik. Bahkan
menjadi ajang berbalas-balasan
Di toilet ini ada kemerdekaan.
Karena sesuatu yang tidak biasa dilontarkan di publik seperti kata bajingan,
asu dapat muncul di dinding toilet. Dan penulis merasa nyaman, karena walaupun
dilakukan di ruang publik, privasi pembuat hujatan tetap terjaga, tidak ada yang
tahu.
Selalu
kotor, selalu bau! demikian keluhan yang paling sering diucapkan. Begitu banyak
saran, kritikan, anjuran yang disampaikan, tetap saja tidak merubah wajah
toilet. Nampaknya pemaknaan siswa terhadap toilet yang menjadi sebabnya.
Ia tak sekedar menjadi buangan terakhir hajat manusia, tetapi juga buangan
ekspresi tentang politik, seks, cinta, humor dan kemarahan dalam bentuk tulisan
dan graffiti. Disini pula seseorang dapat membuang rasa cemas atas
penampilannya: menyisir, meratakan lipstik, menyeka wajah, atau membetulkan
kancing bajunya. Intinya, ia telah menjadi oasis bagi segala kepenatan, ketika
seseorang tak perlu lagi berpura-pura, hanya untuk beberapa menit saja.
Tapi kemudian, eksistensi toilet
kotor dan bau itu tergantikan dengan toilet yang lebih bagus, wangi, seiring
dengan dibangunnya gedung kampus yang baru. gedung baru, toilet baru!
Hancurlah grafiti itu, hancurlah kran air itu, pintu rusak itu, ruang itu yang
selama ini telah menjadi salah satu pilar demokrasi di sekolah romantisme itu.
Sementara beberapa siswa brilian
yang selalu cemerlang dengan gagasan, telah memiliki kemantapan. Ke depan, “hidupkan
kembali demokratisasi itu.. Hidup Toilet!!”
Tugas : PKN
Dosen : Sanaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar